Skip to main content

Haru Biru Batu yang Bisu



Penantian Persib Bandung menjadi juara memang sangat panjang. Sama halnya dengan perjalanan bobotoh dari Bandung menuju Palembang. Penuh luka membentang. 

“Bismillahirrahmaannirrahiim,” ucap Gugum Rachmat berdoa dalam hati. Setelah memantapkan hati, ia lalu bergegas menuju Gasibu, tempat berkumpul dengan anggota Viking (organisasi suporter Persib) lainnya. Uang sebesar Rp250 ribu lalu ia siapkan dan disetor ke pengurus. Nantinya, uang tersebut akan digunakan untuk biaya akomodasi selama perjalanan pulang-pergi, termasuk tiket masuk ke Stadion Jakabaring, Palembang.
            Sekitar empat jam setelah matahari terbit, Gasibu benar-benar sudah dipadati bobotoh (sebutan untuk suporter Persib). Meski sama-sama pendukung klub ibu kota Jawa Barat, mereka memang terbagi ke dalam beberapa kelompok suporter. Gugum sendiri tergabung bersama Viking Cyber Troop yang dikenal kreatif saat mendukung tim kesayangannya bermain. Lalu saat jarum panjang menunjukkan pukul 13.00, busnya yang berkapasitas 60 kursi akhirnya berangkat menuju Palembang.
            Mengutip keterangan dari akun Twitter Viking Persib Club, sebanyak 80 bus dengan tarif sewa 13-17 juta/3 hari disewa untuk mengangkut bobotoh. Bus-bus tersebut didapatkan dari beberapa pihak. Hanya saja, jumlah segitu ternyata masih kurang karena kenyataannya banyak yang terlantar di Gasibu. Alhasil, mereka yang tak mendapat bus memutuskan untuk membawa mobil pribadi atau bahkan carteran sendiri.
            “Rute sudah diatur. Kita sudah sepakat untuk mengambil rute tol lingkar luar. Ini untuk mengantisipasi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Gugum. “Lalu saat memasuki Cipularang, semua atribut dilepas. Tak ada banner, tak ada keterangan apapun yang menandakan bahwa kami adalah Viking,” lanjutnya.
Namun rencana berantakan. Rombongan yang jam keberangkatannya memang dibagi beberapa kloter, akhirnya benar-benar terpisah. Salah komunikasi terjadi. Separuh rombongan malah mengambil tol dalam kota. Sementara setengahnya lagi mengambil rute pinggirannya. Hingga akhirnya, kejanggalan demi kejanggalan terjadi. Mereka pun sadar bahwa ada yang tidak beres. “Tiba-tiba ada sekelompok orang yang memotret bus kami, lengkap dengan pelat nomor bus yang kami tumpangi,” katanya.
Tak lama setelah itu, prang! Kaca salah satu bus yang lewat tol dalam kota pecah terkena lemparan batu. Semua bus tak ada yang luput. Beberapa bahkan mengenai anggota suporter hingga darahnya mengucur deras. Tak banyak yang bisa dilakukan. Pasalnya, mereka sendiri pun mengaku heran masih ketahuan juga meski sudah mencopot segala atribut klub. Satu-satunya yang berhubungan mungkin hanya warna bus yang kebetulan juga berwarna biru, warna khas Persib Bandung. Beruntung bagi bus-bus “nyasar” ini masih bisa melepaskan diri dari serangan yang dilakukan sekitar 10-15 orang itu.
Ketegangan mereda. Setidaknya bobotoh bisa sedikit tenang sampai Palembang, meski beberapa kaca bus sudah berganti kardus, terpal, atau plastik. Namun, batu yang tak berdosa kembali melayang ke arah bus. Saat memasuki Palembang, bus rombongan depan diserang oleh oknum-oknum suporter lain. Hingga tulisan ini dibuat, belum ada kepastian siapa yang menyerang. Namun, perlu diketahui bahwa basis The Jack Mania, sebutan untuk suporter Persija juga ada di sana. Belum lagi, Palembang adalah daerah kekuasaan Singa Mania, sebutan untuk fans Sriwijaya, yang sempat bernama Persijatim. Untung saja polisi segera turun tangan dan mengamankan laju bus Viking yang terus mendapat tambahan rombongan (bukan dari Bandung) menuju Jakabaring. Sumber saya di Palembang bahkan menyebut ada sekitar 120 bus rombongan yang parkir di sana.  
            Pertandingan final ISL 2014 antara Persib Bandung kontra juara bertahan Persipura Jayapura dimulai. Sekitar 25 ribu penonton dari total 30 ribu yang datang adalah bobotoh. Yel-yel bergema. Atribut-atribut membirukan Jakabaring. Padahal sebenarnya Persib dilarang mengenakan atribut klub saat laga tandang oleh PSSI sebagai konsekuensi sanksi yang sudah ditetapkan sejak 11 September 2013.
            “Hukuman itu sebenarnya berakhir sejak 8 besar lalu. Tapi entah apa alasan PSSI, mereka menambah lagi hukuman sampai Desember. Padahal sebelumnya mereka sudah menambah hukuman enam bulan,” ketus pria berusia 24 tahun itu. Sebagai bentuk protes, tambahnya, sekelompok bobotoh pun rela bertelanjang dada saat semifinal lalu. Namun, sejumlah kelompok lain dengan alasan masing-masing tetap nekat mengenakan atribut tim.
            Hingga pada akhirnya, Maung Bandung kembali mengaum setelah 19 tahun puasa gelar. Usai mengandaskan perjuangan 10 pemain Persipura lewat adu penalti, sukacita 10 pemain Persib di lapangan langsung disambut seluruh pemain cadangan, pelatih Djadjang Nurdjaman, hingga Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Tak terkecuali bobotoh yang telah berani mengarungi Selat Sunda dan melewati “Jalur Gaza”, istilah untuk tol Bekasi-Cipularang juga tak kuasa menahan tangis bahagia.  
            Tapi pesta ditunda sesaat. Gugum beserta Viking lainnya sadar Bandung sudah menanti. Beberapa jam setelah merayakan kemenangan, bus-bus bahkan langsung meninggalkan Jakabaring. Sayang, batu-batu liar kembali mengangkasa. Rombongan depan jadi sasaran. Namun, kali ini Kepolisian Palembang lebih sigap. Iring-iringan bobotoh lalu dikawal hingga Bakauheni. Sabtu siangnya, sambil menahan pegal-pegal lantaran kebanyakan dari mereka memang tidur di kendaraan, bisa sedikit selonjoran di kapal penyeberangan.

Serangan Balik
Dua jam “menguasai” kapal, bobotoh pun bersiap diri untuk berlabuh. Namun Gugum merasa aneh. Kapalnya berhenti di tengah laut. Usut demi usut, ia mendapati kabar bahwa Merak belum siap melindungi bobotoh. Dari bisik-bisik rekannya, sejumlah suporter rupanya sudah menanti kedatangan rombongan Bandung itu. Namun setelah menunggu 1,5 jam terombang-ambing, kapalnya akhirnya diperbolehkan bersandar. Dengan kawalan ketat dari Kepolisian Merak, beberapa rombongan yang terpaksa terpisah-pisah karena gantian kapal bisa melanjutkan perjalanan.
            Kisah perjalanan panjang bobotoh pun sampai pada puncak konflik. Saat gelap malam sudah menyelimuti langit, rombongan benar-benar tercecer. Suara ponsel komandan bus yang ditumpangi Gugum tiba-tiba berdering. Baris terdepan bus dikabarkan diserang kelompok tak dikenal. Tak hanya batu, serangan kali ini sampai menggunakan bom molotov. Namun kali ini Viking tak pasrah. Bus berhenti. Mereka lalu turun dan menyerang balik dengan batu-batu yang masih berada di dalam bus sejak berangkat. Dengan jumlah yang relatif lebih banyak, kelompok penyerang yang menurut versi Viking menggunakan senjata tajam berhasil dipukul mundur. Namun sayang, tersiar kabar bahwa rumah-rumah penduduk sekitar konflik terkena batu liar dari bobotoh.
            Sementara rombongan kedua—yang cukup tertinggal jauh di belakang—memilih untuk menepi sejenak sambil menunggu semua rombongan yang di belakang. Faktanya memang masih banyak kendaraan yang baru mendarat di Merak. Dalam dua kali pemberhentian (KM 33 dan KM 22), rombongan Viking pun membeludak hingga memadati empat banjar jalan tol. Rencana berhasil. Dengan jumlah sebanyak itu, tak ada lagi serangan, meski faktor sudah jam 3 pagi juga bisa jadi penyebabnya.
            Akhirnya rombongan tiba di Gasibu. Meski bus-bus tampak terkoyak, semua penumpang selamat. Beberapa yang terluka langsung disambut ambulans. Sementara lainnya disambut ribuan bobotoh yang tidak ikut di Palembang. Halo-halo Bandung berkumandang. Pesta besar-besaran digelar. Namun, bagi Gugum—dan beberapa suporter kebanyakan—tak kuat lagi dan memilih tidur. “Saya sudah lelah. Ya dengan perjalanan, ya dengan pertikaian,” tutupnya. Jika batu-batu tadi bisa bicara, mungkin mereka pun akan bilang: saya sudah lelah.

Comments

Popular posts from this blog

Arwah Bidan Rumah Sakit

Sebut saja Bunda, nama seorang ibu yang ingin melahirkan di salah satu rumah sakit (RS) di Depok. Kebetulan ibu ini adalah seorang bidan. Dan kebetulan juga ia bidan RS ini. Usianya terbilang muda untuk ukuran ibu beranak satu. Anak pertamanya masih berusia dua setengah tahun. Dan di RS, Bunda memiliki catatan yang baik. Ia pun disegani karyawan lain, baik rekan bidan, dokter, perawat, hingga staf penunjang RS lainnya. Namun, di sela rasa syukur akan karier dan anugerahnya, Bunda kerap kecewa dengan perhatian suaminya. Ya, menurut cerita, suaminya tidak memberikan perhatian lebih layaknya kepada ibu hamil. Dan kata cerita itu, suaminya tidak terlalu senang dengan kehadiran anak keduanya ini. Entah sebabnya. Hingga akhirnya waktu yang dinanti itu tiba-tiba datang lebih cepat. Belum sembilan bulan, sang bayi harus cepat-cepat dikeluarkan. Ini tidak normal, bukan panggilan alami, melainkan karena "sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan sang ibu dan bayi". Mungkin ka

Percuma

Cerita Tiga Paragraf "Eh, lo biasa aja dong mukanya, gak usah songong di daerah gua!", ujar seorang siswa kepada wartawan yang berdemo di depan sekolahnya. Wartawan itu bermaksud meminta pertanggungjawaban pihak sekolah sekaligus mencari oknum siswa yang melakukan pemukulan terhadap pewarta berita di hari sebelumnya. Wartawan, Siswa, dan Keamanan "Wartawan pulang aja! Ga usah buat masalah di sini," teriak salah satu siswa lainnya. Meski didesak, pihak kuli tinta yang kalah jumlah tersebut tetap mengusung jalan damai dan berusaha tidak larut dalam emosi. Kepada polisi, Wartawan minta pihak berwenang menindak aksi brutal siswa SMA tak berbudi itu yang kembali menyerang pendemo. Di tengah kericuhan, tiba-tiba terdengar suara yang berasal dari kubu siswa, "Percuma lo pake polisi, bapak gua Jenderal!".

Bertahan Hidup

 Cerita Tiga Paragraf "Bang, kenapa memilih jadi pembunuh bayaran? Kenapa harus jadi pembunuh? Banyak cara mencari sesuap nasi, Bang," tanya seorang adik kepada abangnya yang hendak pamit untuk 'bekerja'. Sambil berpamitan, sang Abang memberikan sejumlah uang yang dikeluhkan adiknya kepada Tuhan. Si Abang, tidak sepertinya adiknya yang beristri dan beranak tiga. Ia merasa sudah puas mampu menjalankan amanat almarhum orangtuanya: menjaga dan merawat adiknya. "Aku gak mau uang ini, Bang. Kasian anak aku kalau harus minum susu dari uang ini," demikian sang Adik menolak dengan pesan larangan yang tersirat. "Aku juga ingin Abang tetap hidup, berkeluarga, dan bekerja layaknya orang banyak. Jangan main-main dengan bahaya, Bang" lanjutnya. Dunia ini menawarkan kekerasan. Abang ini hanya menelannya saja," terang sang Abang. "Lagipula, kalau sudah dalam zona perang ini, hidup dan mati itu bedanya tipis," lanjutnya dengan tatapan k