Skip to main content

Posts

Haru Biru Batu yang Bisu

Penantian Persib Bandung menjadi juara memang sangat panjang. Sama halnya dengan perjalanan bobotoh dari Bandung menuju Palembang. Penuh luka membentang.  “Bismillahirrahmaannirrahiim,” ucap Gugum Rachmat berdoa dalam hati. Setelah memantapkan hati, ia lalu bergegas menuju Gasibu, tempat berkumpul dengan anggota Viking (organisasi suporter Persib) lainnya. Uang sebesar Rp250 ribu lalu ia siapkan dan disetor ke pengurus. Nantinya, uang tersebut akan digunakan untuk biaya akomodasi selama perjalanan pulang-pergi, termasuk tiket masuk ke Stadion Jakabaring, Palembang.             Sekitar empat jam setelah matahari terbit, Gasibu benar-benar sudah dipadati bobotoh (sebutan untuk suporter Persib). Meski sama-sama pendukung klub ibu kota Jawa Barat, mereka memang terbagi ke dalam beberapa kelompok suporter. Gugum sendiri tergabung bersama Viking Cyber Troop yang dikenal kreatif saat mendukung tim kesayangannya bermain. Lalu saat jarum panjang menunjukkan pukul 13.00, busnya yang be
Recent posts

Arwah Bidan Rumah Sakit

Sebut saja Bunda, nama seorang ibu yang ingin melahirkan di salah satu rumah sakit (RS) di Depok. Kebetulan ibu ini adalah seorang bidan. Dan kebetulan juga ia bidan RS ini. Usianya terbilang muda untuk ukuran ibu beranak satu. Anak pertamanya masih berusia dua setengah tahun. Dan di RS, Bunda memiliki catatan yang baik. Ia pun disegani karyawan lain, baik rekan bidan, dokter, perawat, hingga staf penunjang RS lainnya. Namun, di sela rasa syukur akan karier dan anugerahnya, Bunda kerap kecewa dengan perhatian suaminya. Ya, menurut cerita, suaminya tidak memberikan perhatian lebih layaknya kepada ibu hamil. Dan kata cerita itu, suaminya tidak terlalu senang dengan kehadiran anak keduanya ini. Entah sebabnya. Hingga akhirnya waktu yang dinanti itu tiba-tiba datang lebih cepat. Belum sembilan bulan, sang bayi harus cepat-cepat dikeluarkan. Ini tidak normal, bukan panggilan alami, melainkan karena "sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan sang ibu dan bayi". Mungkin ka

Kecelakaan

Cerita Tiga Paragraf "Woooyy majuu!!" bentak Arga ke arah kerumunan orang yang membuat laju kendaraannya terhambat. Entah kenapa, tidak biasanya jalanan ini macet. Setelah perlahan maju, sampailah Arga di kerumunan orang yang berhenti sembarangan. Tidak peduli bahwa kendaraan mereka diparkir seenaknya. Sepertinya ada kecelakaan. Maut Tak Diundang Setidaknya begitulah dugaan kuat yang terbesit dibenaknya setelah melihat ada motor ringsek yang tergeletak. Arga kesal dengan pikiran banyak orang di sana. Menurutnya, korban kecelakaan itu tidak seharusnya hanya ditonton. Apalagi, melihat kondisi motor, sepertinya korban tewas. Tapi yang ada, orang-orang yang lewat, terutama pengendara motor, berhenti dan parkir sembarangan untuk menonton korban kecelakaan. Akhirnya, meski kesal, Arga telah melewati titik penyebab kemacetan terjadi. Sambil mengucap kasar, Arga tancap gas cepat ke rumahnya. Baru saja sampai depan pagar, tetangganya yang sudah seperti saudara dekat mengha

Bendera dan Lebaran

Cerita Tiga Paragraf Hanya Indah Saat Berkibar?? "Pas..hampir aja," keluh si pedagang bendera di siang hari yang nampak seperti sore jelang magrib karena hujan turun begitu lebatnya. Dagangannya, bendera merah putih dan umbul-umbul berbagai warna, lepek semua, tanpa sisa. Lalu, apa yang dimaksud si pedagang dengan hampir saja? Sejumlah sembako dan kue-kue Lebaran yang diperolehnya dari seseorang tak dikenal, yang pasti pengendara motor. Eh..bukan seseorang, tapi dua orang. Mungkin pasangan suami-istri. Hampir saja turut basah. Pak Wardi, nama pedagang bendera itu, mengamankan pemberian orang baik tadi dari tetesan bocor atap halte, tempat ia berteduh. Sementara bendera-benderanya? dibiarkan bersama hujan di tepi jalan. Ya mau bagaimana lagi, gerobaknya tidak bisa ikut berteduh. Saat itu, Pak Wardi hanya fokus ke dua kantong plastik pembungkus kue dan sembakonya. Karena basah, sepertinya Pak Wardi akan langsung pulang. Pikirnya, jual bendera kering yang berkibar saja

Perempuan dan Bayi

Cerita Tiga Paragraf Aku langsung injak rem, mobil pun seketika berhenti. Perhatianku teralih ke seorang ibu yang jatuh, tak jauh dari Nissan March tungganganku. Tak pikir panjang, aku keluar, lalu menghampiri ibu yang tampak berusia sekitar setengah abad. Makin miris, ibu tua itu menggendong seorang bayi. Tangis pun tak kuasa dibendung si bayi, sementara sang ibu berusaha menenangkannya setelah--meski aku bantu--susah payah bangkit. Di sela-sela tangis bayi aku bertanya, "Ibu tak apa? Kasihan bayinya.." Sambil membenarkan ikatan kain tipis yang menjadi selimut bayinya, ibu tua itu menjawab, "Tak apa-apa, Non. Tadi ibu terpeleset. Tapi, ini bukan bayi ibu, Non. Bayi ini ibu ambil dari pinggir kali sana." Aku diam. Tak tahu harus berkata apa. Entah apa nama rasa ini. Sedih? Iba? Prihatin? Kagum? Entahlah. Aku hanya diam. "Ibu..ibu bisa merawatnya?" tanyaku. Sesaat aku berkata bodoh di dalam hati, menyesali pertanyaan macam apa yang kulontarkan t

Bertahan Hidup

 Cerita Tiga Paragraf "Bang, kenapa memilih jadi pembunuh bayaran? Kenapa harus jadi pembunuh? Banyak cara mencari sesuap nasi, Bang," tanya seorang adik kepada abangnya yang hendak pamit untuk 'bekerja'. Sambil berpamitan, sang Abang memberikan sejumlah uang yang dikeluhkan adiknya kepada Tuhan. Si Abang, tidak sepertinya adiknya yang beristri dan beranak tiga. Ia merasa sudah puas mampu menjalankan amanat almarhum orangtuanya: menjaga dan merawat adiknya. "Aku gak mau uang ini, Bang. Kasian anak aku kalau harus minum susu dari uang ini," demikian sang Adik menolak dengan pesan larangan yang tersirat. "Aku juga ingin Abang tetap hidup, berkeluarga, dan bekerja layaknya orang banyak. Jangan main-main dengan bahaya, Bang" lanjutnya. Dunia ini menawarkan kekerasan. Abang ini hanya menelannya saja," terang sang Abang. "Lagipula, kalau sudah dalam zona perang ini, hidup dan mati itu bedanya tipis," lanjutnya dengan tatapan k

Hanya Bayangan

Cerita Tiga Pargraf "Tuhan, masih hidupkah, kau?" demikian Jono menyelipkan 'doanya'. Entah siapa yang ia tanya, siapa yang ia sapa, siapa yang ia pinta.Ia tampak kecewa lantaran usahanya tak kunjung berbuah. Jono seorang yang taat. Ia pun percaya dan berfilosofi bahwa doa plus usaha itu ramuan manjur nan jitu. Ia pun lantas berdoa dan berusaha semampunya. Sambil menunggu hasil, ia pun membayangkan tahapan selanjutnya. Rencana demi rencana disusun rapi dalam benaknya. Ia merasa yakin. Doa sudah, usaha pun terlihat. Namun, hingga tahun kedua, mimpinya tak kian menunjukkan tanda-tanda akan datang. Modal dan dana tak terduga sudah habis. Ia kecewa, sedih, marah, kesal, tak berdaya dengan bangkrutnya. Masa depan di mimpinya berubah, tak sesuai harapan. Bayangannya tetap menjadi bayangan.