Skip to main content

Bendera dan Lebaran

Cerita Tiga Paragraf

Hanya Indah Saat Berkibar??
"Pas..hampir aja," keluh si pedagang bendera di siang hari yang nampak seperti sore jelang magrib karena hujan turun begitu lebatnya. Dagangannya, bendera merah putih dan umbul-umbul berbagai warna, lepek semua, tanpa sisa. Lalu, apa yang dimaksud si pedagang dengan hampir saja? Sejumlah sembako dan kue-kue Lebaran yang diperolehnya dari seseorang tak dikenal, yang pasti pengendara motor. Eh..bukan seseorang, tapi dua orang. Mungkin pasangan suami-istri. Hampir saja turut basah.

Pak Wardi, nama pedagang bendera itu, mengamankan pemberian orang baik tadi dari tetesan bocor atap halte, tempat ia berteduh. Sementara bendera-benderanya? dibiarkan bersama hujan di tepi jalan. Ya mau bagaimana lagi, gerobaknya tidak bisa ikut berteduh. Saat itu, Pak Wardi hanya fokus ke dua kantong plastik pembungkus kue dan sembakonya. Karena basah, sepertinya Pak Wardi akan langsung pulang. Pikirnya, jual bendera kering yang berkibar saja sulit, apalagi jual bendera yang kuyup dan tertidur.

Esok Hari Kemerdekaan. Bendera belum banyak laku terjual. Pak Wardi berusaha tetap bersyukur--meski juga kecewa--dan memaklumi. Sepertinya, banyak orang lebih memilih menghabiskan THR-nya untuk beli baju baru Lebaran, daripada bendera baru 'Lebaran'. Setidaknya, sembako yang ia harap cukup untuk sebulan ini, dan kue-kuenya, bisa mewarnai Lebarannya. Setidaknya, kurang lebih, warna seperti inilah yang ia inginkan--sehingga ia jualan bendera, sesuatu yang biasanya laku banyak di bulan Agustus. Bedanya hanya: Pak Wardi dan keluarganya, belum bisa baju baru.

Comments

Popular posts from this blog

Arwah Bidan Rumah Sakit

Sebut saja Bunda, nama seorang ibu yang ingin melahirkan di salah satu rumah sakit (RS) di Depok. Kebetulan ibu ini adalah seorang bidan. Dan kebetulan juga ia bidan RS ini. Usianya terbilang muda untuk ukuran ibu beranak satu. Anak pertamanya masih berusia dua setengah tahun. Dan di RS, Bunda memiliki catatan yang baik. Ia pun disegani karyawan lain, baik rekan bidan, dokter, perawat, hingga staf penunjang RS lainnya. Namun, di sela rasa syukur akan karier dan anugerahnya, Bunda kerap kecewa dengan perhatian suaminya. Ya, menurut cerita, suaminya tidak memberikan perhatian lebih layaknya kepada ibu hamil. Dan kata cerita itu, suaminya tidak terlalu senang dengan kehadiran anak keduanya ini. Entah sebabnya. Hingga akhirnya waktu yang dinanti itu tiba-tiba datang lebih cepat. Belum sembilan bulan, sang bayi harus cepat-cepat dikeluarkan. Ini tidak normal, bukan panggilan alami, melainkan karena "sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan sang ibu dan bayi". Mungkin ka

Percuma

Cerita Tiga Paragraf "Eh, lo biasa aja dong mukanya, gak usah songong di daerah gua!", ujar seorang siswa kepada wartawan yang berdemo di depan sekolahnya. Wartawan itu bermaksud meminta pertanggungjawaban pihak sekolah sekaligus mencari oknum siswa yang melakukan pemukulan terhadap pewarta berita di hari sebelumnya. Wartawan, Siswa, dan Keamanan "Wartawan pulang aja! Ga usah buat masalah di sini," teriak salah satu siswa lainnya. Meski didesak, pihak kuli tinta yang kalah jumlah tersebut tetap mengusung jalan damai dan berusaha tidak larut dalam emosi. Kepada polisi, Wartawan minta pihak berwenang menindak aksi brutal siswa SMA tak berbudi itu yang kembali menyerang pendemo. Di tengah kericuhan, tiba-tiba terdengar suara yang berasal dari kubu siswa, "Percuma lo pake polisi, bapak gua Jenderal!".

Bertahan Hidup

 Cerita Tiga Paragraf "Bang, kenapa memilih jadi pembunuh bayaran? Kenapa harus jadi pembunuh? Banyak cara mencari sesuap nasi, Bang," tanya seorang adik kepada abangnya yang hendak pamit untuk 'bekerja'. Sambil berpamitan, sang Abang memberikan sejumlah uang yang dikeluhkan adiknya kepada Tuhan. Si Abang, tidak sepertinya adiknya yang beristri dan beranak tiga. Ia merasa sudah puas mampu menjalankan amanat almarhum orangtuanya: menjaga dan merawat adiknya. "Aku gak mau uang ini, Bang. Kasian anak aku kalau harus minum susu dari uang ini," demikian sang Adik menolak dengan pesan larangan yang tersirat. "Aku juga ingin Abang tetap hidup, berkeluarga, dan bekerja layaknya orang banyak. Jangan main-main dengan bahaya, Bang" lanjutnya. Dunia ini menawarkan kekerasan. Abang ini hanya menelannya saja," terang sang Abang. "Lagipula, kalau sudah dalam zona perang ini, hidup dan mati itu bedanya tipis," lanjutnya dengan tatapan k