Skip to main content

Dengan Seragam SMA

Harapan Bangsa
Cerita Tiga Paragraf

"Sip, sudah rapi," ujar Dino, seorang anak berusia 16 tahun yang tinggal bersama gelandangan lain. Dino asyik bercermin sambil menata pakaiannya, seragam SMA. Dengan baju putih, celana abu-abu, sepatu hitam, dan tas gemblok kuning, anak berkulit sawo matang itu pun hendak keluar dari rumah tripleknya.

Bergabung dengan anak sekolah lain, Dino berdiri di pinggir jalan, menunggu mobil. Satu per satu siswa sekolah di sekitar Dino mulai menaiki tumpangannya. Ada yang lari-lari mengejar bus, menggantung di pintu angkot, dan naik ojek karena takut terlambat.

Setelah lumayan sepi, hanya tinggal beberapa calon penumpang yang didominasi pekerja, Dino mulai turun dari trotoar dan memasuki bahu jalan. Anak yatim piatu, gelandangan di Jln. Prof. Dr. Satrio itu mengacungkan telunjuk tangannya ke arah mobil-mobil yang melintas. Ia berharap ada orang yang mau memakai jasanya untuk menjadi seorang Joki 3 in 1.

Comments

Popular posts from this blog

Bingung Harus Apa

Cerita Tiga Paragraf Setelah menyusuri jalan yang ia lalui, akhirnya Doni menyerah. Tidak hanya uang, tetapi ATM, kartu kredit, dan dokumen penting lainnya lenyap bersama tas yang jatuh dari motornya itu. Doni menyesal tidak sadar bahwa tasnya yang disangkutkan di motor telah jatuh di jalan. Mungkin, bukan uang atau kartu yang membuatnya terpukul, tapi file penting--nasib seribu karyawan kantornya. Ia duduk lemas di halte, memandangi motor yang jauh dari cukup untuk mengganti semua kerugian di depan mata. Tiba-tiba, dengan napas setengah hilang, seorang pria berpakaian lusuh menghampiri Doni. "Pak..Pak," ujar bapak paruh baya itu. "Ini tas Bapak kan?" Tanyanya sambil menyerahkan koper hitam kepada Doni. Doni langsung menerimanya, membukanya, dan mengeceknya. Semua lengkap. Doni tidak tahu harus berbuat apa, berkata apa, dan beri hadiah apa. Hanya uang yang terpikir di benaknya. Lima lembar seratus ribu rupiah disodorkan ke bapak penyelamatnya itu. Namun, ba...

Payung Pinjaman

Perasaanku tidak nyaman. Gelisah, gundah, dan resah. Teguran dan peringatan dari supervisor atas keterlambatanku yang sudah berjumlah sepuluh pun tidak terpikir sama sekali.  Aku hanya memikirkan anak itu. Anak kecil yang telah kusewa payungnya. Pasti dia dimarahi ibunya atau siapa pun orang yang mengasuhnya. Payung yang kubawa ini pasti penting baginya, apalagi sekarang hujan lagi. Anak itu pasti tidak bisa bekerja seperti biasanya. Ah, bodoh sekali aku! Tapi, apa yang harus kulakukan? Di mana harus kukembalukan payung ini? Pagi tadi, aku sangat panik dan kacau. Bahkan, pikiranku seperti telah mendahului raga sampai ke kantor. Kepanikanku tidak terjadi sekali. Hari ini, tepat yang kesepuluh kalinya aku terlambat lebih dari setengah jam. Supervisor yang super disiplin waktu itu pun sepertinya sudah sulit mengeluarkan kata maaf. Hujan deras yang mengguyur pagi itu melengkapi carut-marut Jakarta yang tampak seperti foto slide daripada video streaming. Untung ada anak kecil yang men...

Nafsu Sesat

Cerita Tiga Paragraf "Ayo, Neng ikut aja..," ajak si supir. Rani, karyawati salah satu mal di kawasan Jakarta Selatan spontan membalas, "makasi, Bang..saya ke arah Pasar Rebo." Sang supir angkot tidak menyerah. Dengan dalih bahwa angkotnya juga mengarah ke tujuan yang sama, ia kembali menawarkan gadis itu untuk naik. Setelah berpikir satu kali, Rani, 26 tahun, pun percaya. Ia naik sembari membenarkan rok ketatnya. Tidak lama, tiga orang pria naik angkot tersebut. Seorang di antaranya tiba-tiba menutup pintu dan mematikan lampu dalam. Rani yang sudah dipegangi dua penumpang lainnya berusaha berontak sekuat tenaga. Tanpa diduga, Rani cukup kuat membuat tiga pria itu kewalahan. Kalah jumlah, Rani akhirnya tak berkutik. Satu per satu pakaian Rani dilucuti. Setelah tubuh Rani tinggal ditutupi bra dan celana dalam, satu pria yang ternyata sudah bugil langsung menerjangnya. Dengan penuh nafsu, pria pemerkosa itu menarik celana dalam Rani. "Busyet!!!," teri...